Kembang Itu (Layu), di Teras Rumahmu.

      Pada pagi pertama dimusim liburan, diteras rumahmu aku mengaduk cokelat panas buatanmu hingga kamu datang dan duduk disebelahku sambil menyeruput kopi hitammu.  Semburat matahari yang memperjelas senyummu dibalik cangkir kopimu, semilir yang mengeraskan keheningan diteras rumahmu membuat peluh meluruh didahiku dan berhenti terhalang alis.

    Kau tahu? 4 tahun mengenalmu bukanlah perkara sepele hingga kita sedekat nadi. Maksudku pernah sedekat nadi. Datang kerumahmu dan duduk diteras yang dikelilingi tanaman kaktus adalah udara yang ingin aku hirup kembali, sesak memang, tapi biarlah aku hembuskan angin dingin agar kita bisa memperbaiki semuanya. Jarak yang tak diindahkan oleh perasaan yang tidak mau bertanggung jawab.

    Malam itu jangkrikpun tak ingin buka suara, bintang bahkan temaram tak mau menyinari kebenaran, hanya ada hati yang sama-sama tau. Perbedaannya adalah yang satu ingin berjuang, yang satu ingin  membuang. Itu adalah kekecewaanku yang terbesar, kau tidak tahu bahwa perasaan tidak boleh disalahkan, mengapa sedemikian keras kau mengusir semua rasa itu, semua rasa yang kau rasakan, aku juga.
Komedi putar terasa sangat lamban, bahkan dipuncak putaran, rembulan seakan menyoroti terdakwa.

    Aku tidak lupa kok pada apa-apa yang kamu dikte, kata perkata, kalimat demi kalimat, aku ingat. Kau tidak akan pernah mencintai aku. Kalimat itu tidak pernah menjadi masalah kita, sampai akhirnya kita sama-sama jatuh pada kesalahan yang sama; kau menyalahi janjimu, dan aku mencintaimu. Kau pergi seakan aku adalah penjahat yang mengancammu, tatapan terakhirmu sehabis komedi putar berhenti adalah kebencian. Kau tetap mengantar aku pulang, tapi hanya mesin mobilmu yang cerewet sepanjang jalan. Tidak ada suara lain.

    Tidakkah kabur dariku bertahun-tahun terasa menjemukan bagimu? Bahkan kamu, sebagai tuan rumah tidak mengucapkan sepatah kata apapun. Kukira menyalahi cinta memang berbahaya, dia akan marah dan membuat orang yang kau cintai akhirnya asing bagimu. Kalau begitu, mari kita terima saja hukuman ini. Mungkin pertemuan pertama setelah sekian lama kamu belum menyadari ada cincin yang telah melingkar dijari manisku. Tapi pertemuan kedua, mungkin akan lebih singkat dan kau akan mengerti, karena aku akan datang dengan orang lain.

     Sudah siang, dan kita masih malu-malu. Kau tau hal yang paling indah dari pertemuan kita kali ini? Kau mengaku cinta, dan aku meminta maaf karena aku mengaku cinta orang lain. Kukira semuanya sudah menjadi lebih baik, sahabatku.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu, Adalah Tentang Kebenaran.

Aku Mencintaimu, Dan Tidak Sengaja.

[Diary Terbuka] Kau, Guguran Sesalku.