Aku Mencintaimu, Dan Tidak Sengaja.

Aku bernafas dengan secarik puisi ditiap pagi, dan selalu kuhembuskan desah tawa yang selalu ingin kau dengar. 
Aku perempuan yang mekar disetiap musim lara, dan selalu berpaling dari matahari kemudian hanya dapat tersedu pada rembulan.
Aku perempuan yang ingin dengan sengaja jatuh dipundakmu, dan meninggalkan wewangian agar kau tak lupa untuk merindu aku.

Kala itu, aku perempuan yang penuh resah, yang dengan sayap patahnya tertatih untuk menemukan keping terakhir bahagiaku. Perempuan yang bundar matanya selalu sayup, yang simpul senyumnyapun terdapat bekas luka.

Pada cangkir kopi yang  terlukis bekas gincuku malam itu, menjelma dirimu yang manis dan menelan pelan-pelan semua laraku. Kita berjalan-jalan sebentar, mengitari pikuknya kota yang katanya penuh kenangan.
Dengarkah kau? 
Melodi yang tercipta dari langkah kaki kita yang seirama, juga simpul senyummu yang mengiringi cerita kita pada hari itu.
Dengarkah kau?
Degup jantungku yang tak karuan serta bibirku yang meracau yang masih menyimpan banyak tanya.
"Kau mau bawa aku kemana?"
" Ketempat yang engkau mau." Jawabmu,sambil menggenggam semua harapanku, yang kala itu dibawah lampu jalan disuatu kota.
"Kalau begitu, berhenti sajalah disini." Mataku kini berani menatap bundar matamu yang menghindar.
"Kenapa?" 
Maka tak perlu aku menjawab, meski malam itupun berhenti, aku tidak pernah berhenti menggenggammu lagi. Kau mengerti?

Dengarlah, kita cukup diam saja disini. Walau sambil berdiri, tapi aku tau kau adalah satu-satunya pria yang melindungiku.
Dengarlah,kita cukup diam saja disini. Sebab aku masih takut berjalan, meski kau bilang yang kumau ada disana, meski yang kutuju ada disana.

Cukup bagiku, berdua saja denganmu meski tanpa bunga, meski tanpa puisi yang romantis.
Cukup bagiku, berdua saja denganmu meski banyak hal yang tak kutahu, perihal perasaanmu misalnya, juga arti tatapanmu.

'Bolehkah aku, menjadi perempuanmu? Agar cintaku punya tempat berlabuh?'
'Bolehkah aku, menjadi perempuanmu? Agar aku dapat mencemburui dirimu ketika bersama yang lain?' Tanyaku dalam hati, dan semoga kau bisa menjawab juga dalam hatimu.

Kamu menjelma dari kopi hitamku, yang didalamnya dikutuk sebuah kepahitan hidup, yang aku teguk bersama puisi-puisi yang tak pernah dibaca. Dan aku harap, kau tak teraduk lagi bersama gula yang biasa kucampur dalam minuman itu. Sebab aku ingin terbangun dipagi hari karena kecupanmu, dan terlelap dimalam hari karena petikan gitarmu.

Apa kamu tahu?
Sekarang, aku bukan lagi perempuan yang hidup untuk puisi-puisi sedihku, tapi aku berpuisi untuk hidup bersamamu, bahkan menjalani tiap-tiap larik yang kutulis bersamamu.
Apa kamu tahu?
Telah kuhidupkan senyummu dimataku, maka setiap binarku adalah karenamu, bahkan air mataku adalah karena rindu kepadamu.

Bersambung..







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu, Adalah Tentang Kebenaran.

Rindu Sendiri, Maukah Kau Menggenapkannya?