Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2017

Pujangga, Kutitipkan Syairku Yang Mati

Kau tak perlu tahu seberapa besar dendamku kepada rindu yang selalu membuatku pilu. Masalahnya bukan jarak yang mengarak kasihmu semakin jauh, tapi kabarmu tak pernah mengetuk penantian yang sudah mulai rapuh. Setiap malam rembulan mencambuk kantukku, lalu kutulis kembali syair yang telah remuk bersama penantian yang terus berlagu, meski ragu, meski gagu untuk kubacakan pelan ditelingamu. Kau hanya perlu merasakan betapa kerasnya jiwaku mencintaimu dengan hati yang telah patah, dan harapan yang terus merekah. Jangan kau tanya rindu itu apa, sebab bibirku hanya akan menggigil merasakan dinginnya menyebut namamu yang tak pernah merindukanku, merasakan takutnya salah mendefinisikan rindu. Pada jalan setapak yang dulu pernah menyamakan langkah kaki kita, sekarang hanya ada imaji yang tergambar samar dalam mataku yang mulai berlinang. Pada jalan setapak yang dulu pernah ikut bahagia pada renyahnya tawa kita, kini hanya ada desiran kematian. Kemana langkah kakimu yang dulu sengaja kau